Oleh : Dr. Noviardi Ferzi*
Beritanya Viral, menjadi obrolan warung kopi, hingga ke mimbar-mimbar akademik. bahwa PT. Eraguna Bumi Nusa (EBN) menunggak kewajiban atau setoran ke kas daerah Pemprov Jambi sekitar Rp 10,5 miliar sejak peresmian pasar tersebut Tahun 2018 lalu.
Selaku peneliti yang dituntut objektif, saya tertarik untuk menulis masalah ini, meski mungkin berbeda, saya melihat aspek lain persoalan, dari berbagai sudut, tidak membela EBN atau pemerintah. Karena jika masalah ini hanya dilihat dari satu aspek, saya khawatir pedagang dan masyarakat yang akan menjadi korban.
PT. EBN sendiri adalah investor yang membangun dan mengelola Pasar Angso Duo. Pasar yang dulunya hanya berbentuk lapak - lapak sempit, kusam, pengap dan kumuh hingga menjadi pasar Modern hari ini, besar dan luas dengan 3492 toko, kios, los dan petak. Jumlah ini sesuai dengan data yang diberikan Walikota tentang penetapan jumlah pedagang di tahun 2012, sehingga selaku investor EBN membangun sesuai dengan jumlah pedagang dan PKL.
Sebagai investor yang digandeng Pemprov Jambi, PT Eraguna Bumi Nusa (EBN) menananamkan modalnya membangun dan mengelola pasar modern Angso Duo Kota Jambi. Investasi yang sudah ditanamkan PT EBN membangun pasar Angso Duo Jambi sejak Oktober 2014 hingga pasar tersebut beroperasi mencapai Rp 176 miliar lebih.
Tak mudah bagi Pemrov mencari investor, apalagi untuk membangun ini PT. EBN menggunakan dana sendiri dari kas perusahaannya, bahkan EBN tidak menggunakan dana Bank untuk membangun pasar ini.
Sebagai imbalannya PT EBN mendapatkan hak mengelola tanah yang dijadikan lokasi pasar Angso Duo Kota Jambi. Pihak perusahaan berkewajiban membayar kontribusi kerja sama Bangun, Guna dan Serah (BOT) kepada pemilik tanah, yakni Pemprov Jambi dengan nilai Rp 10,5 miliar.
Meski nilainya hanya 8 persen lebih dari total investasi yang telah dikeluarkan, 170 miliar vs 10,5 miliar, tetap saja masalah ini menjadi viral, seolah EBN tersangka, bahkan penjahat utama yang harus dimusuhi.
Tentu saja, opini seperti ini yang saya kurang sependapat, karena disamping angka nominal kontribusi 10,5 miliar, ada item perjanjian dan kewajiban yang harus publik ketahui.
Apapun ceritanya, saya menilai keseriusan PT. EBN menginvestasikan ratusan miliar dana, suatu sikap yang ksatria, meski kata ksatria tak ada dalam kajian ekonomi manapun. Namun sikap profesional ini ditunjukkan EBN untuk melaksanakan perjanjiannya. Suatu komitmen yang layak kita apresiasi.
Pembangunan Pasar Angso adalah suatu inisiatif brilian dari Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) untuk menata aset Pemprov sekaligus menghadirkan Pasar Modern untuk masyarakat Jambi. Alhamdulilah, niatan HBA itu kini terwujud, Angso Duo kini sudah jauh lebih baik dari dahulu.
Kembali pada perjanjian, BOT memiliki perjanjanjian rinci dan mengikat antara Pemerintah Provinsi dan PT. EBN. Rinci item perjanjian inilah yang seyogyanya menjadi dasar menilai kasus yang terjadi. Karena, saya ingin melihat masalah Pasar Angso Duo secara utuh dan adil.
Apalagi masalah ini bukanlah konflik kemanusian yang mengharuskan keberpihakan, ini masalah perdata, wanprestasi yang bisa diselesaikan dengan perundingan. Bukan untuk siapa - siapa, tapi untuk masyarakat Jambi sendiri.
Apa itu BOT?
BOT di dalam kerangka proyek infrastruktur tidak lain adalah sebuah perjanjian dimana pemilik proyek (dalam hal ini pemerintah) memberikan haknya kepada operator atau pelaksana (pihak swasta) untuk membangunan sarana dan prasarana umum dan mengoperasikannya dalam jangka waktu tertentu, serta mengambil keuntungan dalam pengoperasiannya.
Kemudian pada masa akhir kontrak swasta harus mengembalikannya proyek yang dikelolanya kepada pemerintah, sesuai dengan perjanjian BOT.
Dalam konsep BOT tidak ada pihak yang akan dirugikan, tetapi akan terbuka menguntungkan pemerintah karena: pertama, BOT tidak membenani neraca pembayaran pemerintah. Kedua, dengan BOT akan mengurangi jumlah pinjaman pemerintah. Ketiga, BOT akan menjadi bagian tambahan sumber pembiayaan proyek-proyek yang diprioritaskan. Keempat, terbukanya tambahan fasilitas baru dengan proyek tersebut. Kelima, mengalihan risiko terhadap konstruksi, pembiayaan dan pengoperasian kepada sektor swasta. Keenam, mengoptimalkan kemungkinan pemanfaatan swasta atau masuknya tekhnologi asing. Ketujuh, mendorong alih teknologi dari negara maju kepada negara-negara berkembang dengan BOT. Terakhir, ke delapan diperolehnya fasilitas lengkap dan operasional setelah jangka waktu akhir konsensi BOT terpenuhi.
Dari konsepsi BOT di atas sekali lagi, saya menyampaikan kekaguman atas usaha HBA Gubernur Jambi waktu itu yang melakukan upaya ini. HBA bisa menata Pasar Angso Duo Keterlibatan swasta tanpa uang APBD sama sekali, hasilnya bisa kita lihat dan rasakan sekarang. Untuk itu warisannya ini harus kita jaga, dengan cara apa? Tentu dengan cara yang membuat semua kepentingan terakomodir.
Tunggakan atau Persyaratan?
Sesuai dengan perjanjian Build Operating Transfer (BOT) PT. EBN selaku pemodal dan pengelola Pasar Angso Duo dengan Pemerintah Provinsi Jambi sebenarnya telah telah melakukan pembayaran 2.5 miliar kepada Pemprov Jambi. Ini sesuai dengan perjanjian, bahwa PT. EBN berkewajiban membayar 30 persen di awal dari total 10.5 miliar kewajiban.
Hari ini yang jumlah tunggakan tersisa 8,5 miliar. Masalah tunggakan ini sebenarnya ada pasal perjanjian mengaturnya, khususnya pasal 25 perjanjian yang menyatakan, pelunasan sisa kontribusi dilakukan setelah keluarnya izin pengelolaan diterbitkan. Izin ini sendiri sudah di ajukan ke Pemprov, namun sampai hari ini izin pengelolaan itu belum turun. Ketika serah terima inilah kewajiban PT. EBN untuk membayar tunggakan itu lahir.
Masalah ini lebih heboh lagi, ketika masyarakat dikejutkan keputusan Pemprov Jambi malah memberikan kelonggaran pembayaran pada PT. EBN karena alasan dampak Pandemi Covid-19.
Sebenarnya cukup lumrah dalam kondisi Covid-19 ini, pemerintah memberikan kelonggaran kepada pihak swasta. Contoh perbankan juga memberikan keringanan kredit. Karena ada daya beli yang turun. PT EBN ini juga mengalami dampak itu.
Selaku pengamat saya menilai keputusan pemprov ini cukup bijak, karena walau bagaimanapun Gubernur harus melihat masalah ini dari sudut kepentingan. Baik itu kepentingan PT. EBN selaku investor maupun kepentingan masyarakat akan pasar.
Tidak terlepas dari perjanjian yang disepakati sebelumnya, sebenarnya PT. EBN dalam posisi yang sulit untuk mengoptimalkan pengelolaan, pada satu sisi mereka dituntut melaksanakan kewajiban membayar secara penuh, namun disisi yang lain izin operasional mereka juga mengantung.
Masalahnya, sampai saat ini, PT. EBN belum menerima Izin Pengelolaan Fasilitas tersebut dari Pemprov Jambi. Padahal dalam perjanjian BOT disebutkan pembayaran termin ke dua sebesar 70 persen atau sebanyak 8.5 milyar setelah izin ini turun. Selain itu izin ini penting, bagi perusahaan dalam menyerap iuran rutin dari para pedagang.
Dampak belum di kabulkan oleh Pemprov Jambi, tentang izin pengelolaan fasilitas tersebut, membuat pihak PT EBN dilema. Betapa tidak, hal ini mengakibatkan secara tidak langsung pihaknya tidak bisa menarik uang iuran dari para pedagang. Hasilnya, mereka pun tidak memiliki dana yang cukup, untuk membayar distribusi ini pada pemerintah.
Sikap Gubernur Jambi, Al Haris sendiri cukup bijak yang tidak akan melakukan pemaksaan kepada PT EBN untuk melunasi tunggakan tersebut. Pemprov Jambi akan melakukan musyawarah dengan pihak PT EBN terkait tunggakan tersebut.
Namun bukan bearti kebijakan tersebut memberikan kelonggaran kepada pihakPT EBN, melainkan hanya untuk mencari kesempatan duduk bersama mencari solusi antara Pemprov Jambi dengan PT EBN.
Al Haris mengatakan, pihaknya berusaha memahami kondisi PT EBN di tengah pandemi ini. Karena itu Pemprov Jambi tidak patut bersikap keras terhadap PT EBN agar membayar kewajibannya. Masalahnya pihak PT EBN juga sudah berkomitmen mengelola pasar Angso Duo untuk memberi kontribusi kepada pemerintah daerah.
Sikap Gubernur sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pemerintah daerah ramah terhadap investasi yang berkontribusi positif terhadap masyarakat dan negara. Bukan zamannya lagi kita bersikap semenanya terhadap investor, termasuk framing negatif akan PT. EBN.
Tentu saja kita berharap penyelesain ini bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat, tanpa ada pihak yang harus dirugikan dengan asas berfikir positif, itikad baik, win - win solution, saling menghormati, sportivitas, emosi terkendali dan kelayakan dan kepatutan.